Akmal Hakim

"Imposible is Nothing"

facebook Me
  • facebook Me!
  • Berita Bola!
  • live skor
  • Siraman Rohani
  • Artikel islami
  • Download MP3 Terbaru !
  • gudang lagu
  • Berita !
  • serambinews onl!ne
  • Game Online!
  • Game Gratis
  • Hot News
  • Okezone
  • Info Bola
  • Bola
  • Yahoo!
  • Yahoo
  • Titian Qolbu
  • islami
  • News
  • berita update
  • Berita !
  • berita geutanyo
  • Al-Qur'an Online
  • AlQur'an
  • Hot News
  • vivanews
  • soal cpns
  •  soal-cpns
  • jadwal shalat
  • Subuh 5:20
    Zuhur 12:52
    Ashar 16:04
    Maghrib 18:46
    Isya 20:00
  • Chat Box!

    LOGIN

    Google Akun
    Email:
    Sandi:
    Anda lupa sandi?
    Senin, 27 Januari 2014
    SEPUTAR EKSEKUSI HADHANAH
    Terdapat tiga hal penting yang dialami manusia dalam kehidupannya, yaitu pada saat dilahirkan, saat perkawinan dan pada saat manusia itu meninggal dunia. Setelah seseorang dilahirkan, keluarganya memiliki tugas baru dimana setelah dia dewasa ada hal yang perlu untuk diperhatikan antara lain mengenai masalah perkawinan.[1] Perkawinan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan seseorang karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[2] Meskipun demikian tidak setiap perkawinan akan mencapai tujuan yang baik. Kekekalan dan kebahagiaan yang diinginkan kadang kala tidak berlangsung lama dalam arti perkawinan tersebut tidak berujung pada kebahagiaan dan tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perceraian.
    Secara ideal sebuah perkawinan diharapkan dapat bertahan seumur hidup, artinya perceraian baru terjadi apabila salah seorang dari suami atau istri tersebut meninggal dunia. Akan tetapi tidak selamanya pasangan suami istri akan mengalami kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana yang diajarkan di dalam Islam, karena pastinya dalam kehidupan suatu rumah tangga mungkin saja terjadi konflik yang sangat tajam sehingga terjadi krisis hubungan suami istri, yang disebabkan karena percekcokan yang terus menerus dan karena itu tidak mungkin diharapkan mereka akan hidup rukun sebagaimana biasanya. Tidak ada seorangpun ketika melangsungkan perkawinan mengharapkan akan mengalami perceraian, apalagi jika dari perkawinan itu telah dikaruniai anak. Walaupun demikian ada kalanya ada sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan perkawinan tidak dapat lagi diteruskan sehingga terpaksa harus terjadi perceraian antara suami isteri.[3]

               Untuk melakukan perceraian, salah satu dari pihak suami atau isteri mengajukan permohonan atau gugatan cerai ke Pengadilan.[4] Dalam hal ini Pengadilan yang dituju adalah Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. Majelis Hakim Pengadilan yang berwenang akan mengabulkan permohonan atau gugatan cerai setelah diperiksa ternyata terdapat alasan yang cukup kuat untuk mengabulkan gugatan cerai yang diajukan. Dengan telah bercerainya pasangan suami isteri, maka berakibat terhadap tiga hal, pertama putusnya ikatan suami isteri, kedua harus dibaginya harta perkawinan yang termasuk harta bersama, dan ketiga pengasuhan anak (Hadhanah) harus diserahkan kepada salah seorang dari ayah atau ibu. Dalam kaitannya dengan ketiga akibat perceraian ini, maka ketika mengajukan permohonan perceraian, para pihak dapat mengajukan permohonan putusan pembagian harta dan pengasuhan anak bersama dengan permohonan cerai.[5] Terhadap permohonan ini Majelis Hakim akan membuka sidang untuk memeriksa apakah permohonan tersebut layak dikabulkan atau tidak.
    Sebuah rumah tangga yang mengalami perceraian sudah dapat dipastikan akan menimbulkan beberapa akibat yang merugikan semua pihak tanpa terkecuali. Dalam hal ini tentunya akan membawa akibat hukum terhadap anak. Dalam hal terjadinya perceraian orangtua, biasanya anaklah yang menjadi korban. Orangtua beranggapan bahwa dalam perceraian mereka, persoalan anak akan dapat diselesaikan nanti setelah masalah perceraian diselesaikan. Padahal tidak demikian adanya, dan tidak demikian sederhananya, bahwa penyelesaian terbaik bagi anak akan dapat dengan mudah dicapai. Seperti telah diketahui bersama bahwa permasalahan pengasuhan anak sering timbul dalam kehidupan manusia, sebagai akibat dari perceraian yang dilakukan kedua orangtuanya. Bagi orangtua tentunya, menginginkan anak-anaknya tetap berada di dekat dan berada dalam asuhannya, tetapi mau tidak mau antara kedua orangtua yang telah bercerai harus merelakan anak-anaknya berada dalam penguasaan salah satu dari mereka, atau dengan jalan pembagian hak asuhnya berdasarkan putusan Hakim yang memutuskan perceraian mereka. Seorang anak atau lebih yang belum dewasa/dapat berdiri sendiri masih berhak atas pengasuhan kedua orangtuanya, walaupun orangtuanya sudah bercerai, dan pengasuhan tersebut semata-mata hanya untuk kepentingan anak-anak tersebut.
    Secara fitrah (naluri) seorang ayah dan ibu memiliki jalinan ikatan lahir batin dengan anak-anaknya yang telah diamanahkan Allah SWT kepadanya. Terhadap anak tersimpan harapan dan dambaan orang tua, dimana anak yang dididik, dibimbing dan diarahkan tersebut akan menjadi anak yang shaleh, dapat mengangkat harkat dan martabat orang tuanya dunia dan akherat. Akan tetapi anak yang nakal akibat dari didikan dan bimbingan yang salah akan dapat merendahkan derajat, harkat dan martabat orang tuanya. Sehingga berangkat dari pemikiran ini, maka ayah maupun ibu memiliki keinginan yang keras untuk dapat lebih dekat dan dapat membimbing secara langsung anak-anaknya. Apabila terjadi gugatan perceraian pun baik ayah maupun ibu sama-sama bersitegang mempertahankan untuk dapat mengasuh anak-anaknya.
    Satu persoalan yang akan menjadi suatu kajian adalah jika benar terjadi perceraian, akan tetapi antara kedua orang tua baik ayah atau ibu sama-sama menginginkan untuk mendapatkan hak asuh terhadap anaknya. Terhadap adanya perbedaan keinginan dari kedua orang tua anak tesebut, apabila hak pengasuhan (hadhanah) ini tidak dapat diselesaikan secara damai melalui prosedur mediasi, maka pada akhirnya harus ditempuh penyelesaian melalui jalur litigasi dengan putusan pengadilan. Ketika putusan itu telah dijatuhkan oleh pengadilan, lalu misalnya pihak yang dikalahkan tidak mau menyerahkan anak sebagai objek sengketa secara sukarela, maka akan ditempuh prosedur eksekusi hak asuh anak (hadhanah).
    Sejalan dengan perkembangan kebutuhan praktek peradilan, eksekusi putusan di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah tidak hanya terbatas dalam bidang hukum benda, dalam prakteknya sampai saat ini, eksekusi putusan telah mencakup dalam eksekusi putusan hak asuh anak (hadhanah). Eksekusi hak asuh anak merupakan sejumlah permasalahan yang begitu penting karena objek perkaranya mengenai orang, sehingga tingkat keberhasilannya terbilang cukup rendah bila dibandingkan dengan eksekusi di bidang hukum kebendaan. Sampai saat ini, eksekusi hak asuh anak (hadhanah) masih diperselisihkan. Sebagaimana para ahli hukum mengatakan bahwa anak tidak dapat dieksekusi, sedangkan sebagian lagi yang lain mengatakan bahwa putusan mengenai hak asuh anak dapat dieksekusikan.[6] Para ahli hukum yang mengatakan bahwa eksekusi anak tidak boleh dilaksanakan beralasan bahwa selama ini dalam praktik peradilan yang ada tentang eksekusi semuanya hanya dalam bidang hukum benda, bukan terhadap orang. Oleh karena itu, eksekusi terhadap hak asuh anak sesuai dengan kelaziman yang ada maka tidak ada eksekusinya, apalagi eksekusinya bersifat deklatoir (menetapkan). Kenyataan yang ada selama ini, pelaksanaan eksekusi hak asuh anak hanya bersifat sukarela, maksudnya tidak merupakan upaya paksa. Sedangkan ahli hukum yang memperbolehkan eksekusi terhadap hak asuh anak dapat dijalankan mengatakan bahwa perkembangan hukum yang dianut akhir-akhir ini menetapkan bahwa masalah penguasaan anak yang putusannya bersifat menghukum (condemnatoir), jika sudah berkekuatan hukum tetap, maka putusan tersebut dapat dieksekusi. Pengadilan mempunyai upaya paksa dalam melaksanakan putusan ini. Jadi, seorang anak yang dikuasai oleh salah satu orangtuanya yang tidak berhak sebagai akibat putusan perceraian, maka Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah dapat mengambil anak tersebut dengan upaya paksa dan menyerahkan kepada salah satu orangtua yang berhak untuk mengasuhnya.



    [1]  KH. Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, UII Press, Yogyakarta,2007, hlm. 14
    [2] Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21 mengajarkan bahwa diantara tanda-tanda keagungan dan kekuasaan Allah ialah diciptakan-Nya istri-istri bagi kaum laki-laki dari jenis manusia yang sama, guna menyelenggarakan kehidupan damai dan tenteram, serta menimbulkan rasa kasih sayang antara suami dan istri khususnya dan manusia pada umumnya.
    [3] Mengenai alasan-alasan perceraian dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 sebagai berikut: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan. 2. Salah satu pihak meniggalkan pihak lain selama 2 (dua ) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman 5 ( lima ) tahun atau yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri. 6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak dapat hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
    [4] Prosedur pengajuan permohonan atau gugatan di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah adalah sebagai berikut: 1).Pengajuan perkara di kepaniteraan, 2).Pembayaran panjar biaya perkara, 3).Pendaftaran perkara, 4).Penetapan Majelis Hakim, 5).Penunjukan Panitera Sidang dan Jurusita, 6).Penetapan hari sidang, 7).Pemanggilan para pihak.
    [5] H.A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. viii
    [6] Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 435
    dipostingkan oleh: Akmal Hakim @ Senin, Januari 27, 2014  
    0 Komentar:

    Posting Komentar

    << Halaman Muka
     
    Google Cari

    Tanggal Hijriah




    • Blog ini adalah media belajar untuk siapa saja, jelalajahi sepuas hati anda. jika ada kurangnya mohon di maklumi karna blog ini hanyalah blog seorang pemula. Silahkan memberi masukan,Kritik,tanggapan dan sebagainya di kotak komentar... ~Terimakasih Atas kunjunganya~
    • ...


  • Chat With Me

  • AKMAL HAKIM

    Nama: Akmal Hakim
    Biodata Lengkap? klik di sini..!!!
    Kumpulan Blog's
    Link Acces
    Kunjungi Juga...!!!
    Arsip
    Bacaan Bulanan
  • My Song

    Get Adobe Flash player
    Peace Be On To You N Allah Is Blessing Us Well